TAPUT.WAHANANEWS.CO, Tarutung - Pada hari rabu tanggal 18 Juni Sampaijan 2025, Kepala Desa Dolok Nauli Jonas Aritonang bersama Penasehat Hukum membacakan Nota Pembelaan atas Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam Persidangan di Pengadilan Negeri Tarutung, Rabu (18/06/2025]
Dalam Nota Pembelaannya Jonas Aritonang menceritakan , Jonas Aritonang yang pada saat kecil bernama Sintong Maruhum Aritonang, pada saat berusia 6 tahun sudah ditinggalkan oleh bapaknya Almarhum (Alm) Salomo Aritonang.
Baca Juga:
Kunjungan Kerja Pansus DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Tentang Sengketa Tanah Adat dengan Lahan Konsesi PT TPL di Taput
Dia yang merupakan anak ke 9 dari 11 bersaudara dibesarkan oleh ibunya Br Hutagalung sebagai orang tua tunggal.
Setelah berusia 7 tahun Jonas Aritonang didaftarkan ibunya bersekolah di SD Negeri 173157 Aek Godang. Jonas Aritonang pada saat sekolah SD sering sakit-sakitan sehingga, dia (Jonas red) tinggal kelas 2 kali pada saat kelas tiga dan kelas 4 SD, kemudian oleh gurunya marga Sianturi dikelas 4 menyarankan orang tua Jonas Aritonang untuk mengganti namanya dari Sintong Maruhum Aritonang menjadi Jonas Aritonang, menurut pengakuan dalam pledoinya setelah berganti nama Jonas Aritonang tidak lagi sakit-sakitan dan menjadi sehat hingga saat ini.
Jonas Aritonang tamat dan lulus dari SD Negeri Aek Godang pada Tahun 1989 bersama teman-temannya satu angkatan yang seluruhnya 13 orang.
Baca Juga:
Dukung Program Ketahanan Pangan, Lapas Kelas IIB Siborongborong Tanam 1.500 Terong Ungu
Ibu dari Jonas Aritonang yang sehari-harinya bekerja disawah dan diladang orang lain tidak mampu menyekolahkan Jonas Aritonang ke tingkat SMP, sehingga begitu selesai ujian Ebtanas langsung diantar kerumah tantenya di Siantar.
Jonas semasa kecil untuk melanjutkan hidup membantu keluarga tantenya berjualan di Siantar, beberapa lama kemudian setelah bertumbuh remaja Jonas Aritonang merantau lagi ke Bogor dan disana tinggal bersama abangnya.
Jonas Aritonang bekerja sebagai sopir angkot di Bogor untuk mengumpulkan uang sebagian dikirim untuk membeli beras dan ikan ibu bersama adik-adiknya di kampung.
Setelah berumur 23 tahun Jonas Aritonang menikah dengan isterinya br Hutauruk di Aek Godang Desa Dolok Nauli, dan saat ini mempunyai 3 orang anak.
Pada tahun 2016 Jonas Aritonang mendaftar di PKBM PIONER Tarutung untuk mengikuti Program Pendidikan Kesetaraan Paket B, pada tahun 2019 lulus dari Program Paket B. selanjutnya tahun 2019 mendaftar mengikuti Program kesetaraan Paket C dan lulus pada tahun 2022.
Bahwa Jonas Aritonang bersama siswa-siswa yang lainnya mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan Program yang dilaksanakan PKBM Pioner dan tidak ada yang dikecualikan.
Pada tahun 2023 Jonas Aritonang mendaftar sebagai calon Kepala Desa Dolok Nauli, dalam pemilihan tanggal 15 Juni 2023 dinyatakan sebagai pemenang dengan selisih 47 suara dari Parlindungan Sinaga.
Dalam Persidangan sebelumnya Jaksa Penuntut Umum dari kejaksaan Negeri Tarutung menuntut Jonas Aritonang sebagai terdakwa atas Perkara Pidana yang dilimpahkan oleh Penyidik Polres Tapanuli Utara atas laporan polisi yang dibuat Parlindungan Sinaga (Calon Kepala Desa Petahana) yang dikalahkan oleh Jonas Aritonang dalam kontestasi pemilihan Kepala Desa Dolok Nauli, Jonas Aritonang dilaporkan atas dugaan menggunakan Surat Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) KUHP dan Paasal 264 ayat (2) KUHP.
Bahwa dalam perkembangannya menurut keterangan yang diperoleh dari Jonas Aritonang ternyata JPU mendakwa Jonas Aritonang dengan pasal 263(2) dan pasal 264 (2) juga menambah Surat dakwaan terhadap terdakwa dengan Pasal 68 ayat(2), Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) yang sebelumnya tidak ada dalam proses Penyidikan Polres Tapanuli Utara.
JPU dalam surat tuntutan yang dibacakan pada persidangan di PN Tarutung tangga 4 Juni 2025 menuntut Jonas Aritonang sebagai terdakwa melanggar Pasal 68 ayat (2).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebanyak Rp. 50.000.000,-
Bahwa atas tuntutan Jaksa penuntut umum tersebut, terdakwa dan Penasehat Hukum (PH) Hotbin Simaremae, dan Leo Nabahan mengajukan Pledoi atau Nota Pembelaan pada persidangan tanggal 18 JUni 2025, yang pada pokoknya berpendapat bahwa terdakwa Jonas Aritonang tidak terbukti menggunakan surat palsu dalam pendaftaran calon Kepala Desa Dolok Nauli, dan Penasehat hukum berpendapat bahwa terdakwa Jonas Aritonang sama sekali tidak terbukti menggunakan ijazah yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003, oleh karenanya PH meminta kepada Majelis Hakim PN Tarutung yang memeriksa dan mengadili perkara Pidana No. 04/Pid.B/2025/PN.Trt untuk membebaskan terdakwa Jonas Aritonang dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan.
Setelah mewawancarai terpisah dari persidangan oleh WahanaNews.Co, PH Hotbin Simaremare, dan Leo Nababan menerangkan, bahwa sesungguhnya menurut penasehat hukum terdakwa permohonan untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan melepaskan dari segala tuntutan sangat tepat dan beralasan dimohonkan oleh PH kepada Majelis Hakim PN Tarutung karena menurut keyakinan tim panesehat hukum, terdakwa sama sekali tidak terbukti melalukan kesalahan.
Selanjutnya Penasehat Hukum menyampaikan bahwa awal dari perkara ini adalah ketika Parlindungan Sinaga kalah dalam Pemilihan Kepala Desa Dolok Nauli, setelah mengalami kekalahan Parlindungan Sinaga membuat laporan tertulis di kepolisian Resort Tapanuli Utara dengan tuduhan bahwa Jonas Aritonang sebagai kepala desa terpilih diduga menggunakan surat palsu saat pendaftaran calon kepala desa.
Selain melaporkan Jonas Aritonang di Polres Tapanuli Utara Parlindungan Sinaga juga menggugat hasil pemilihan Kepala Desa Dolok Nauli di PTUN Medan, namun Gugatan Parlindungan Sinaga ditolak seluruh oleh Majelis Hakim PTUN Medan sebagaimana Putusan No. 125/G/2023/PTUN.MDN tertanggal 01 Februari 2024;
Bahwa dalam perkembangan pemeriksaan perkara di pengadilan menurut keyakinan tim penasehat hukum ternyata dugaan tindak pidana terkait dengan menggunakan surat palsu dan/atau menggunakan akte atau ijazah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat (2) dan pasal 264 ayat (2) tidak dapat dibuktikan, sehingga JPU menuntut terdakwa dengan dakwaan alternative ketiga dengan tuntutan menggunakan ijazah yang diperoleh dari satuan pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003.
Atas surat tuntutan JPU tersebut penasehat hukum berpendapat sepatutnya JPU menuntut terdakwa untuk dibebaskan dari segala dakwaan karena menurut penasehat hukum, terdakwa Jonas Aritonang benar mendaftar dan mengikuti pembelajaran program kesetaraan paket B di PKBM Pioner sejak tahun pelajaran 2016/2017 dan lulus dari program paket B pada tahun pelajaran 2018/2019.
Selanjutnya Jonas Aritonang mendaftar program kesetaran paket C dan mengikuti proses pembelajaran di PKBM Pioner pada tahun pelajaran 2019/2020 dan lulus pada tahun pelajaran 2021/2022.
Adapun PKBM Pioner dalam melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pendidikan non formal paket B dan paket C secara periodik melaporkan kegiatan penyelenggaraan pendidikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Tapanuli Utara sebagai institusi yang melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pendidikan di Kabupaten Tapanuli Utara khusunya dalam penyelenggaran pendidikan non formal.
Sehingga menurut pendapat lenasehat hukum JPU tidak sepantasnya meminta pertanggung jawaban hukum terhadap masyarakat yang telah bersusah payah mengikuti pendidikan dan kemudian diluluskan oleh institusi pendidikan yang sah.
Selain itu juga berdasarkan fakta dalam persidangan ternyata PKMB Pioner dalam hal menyelenggarakan pendidikan non formal laket B dan paket C telah memperoleh penilaian dari badan akreditasi dengan Predikat Akreditasi A.
[Editor: Eben Ezer S