TAPUT.WAHANANEWS.CO TARUTUNG - Di tengah sorotan publik terhadap stagnasi birokrasi, Bupati Tapanuli Utara menunjukkan sikap tenang dan progresif. Ia tak memilih jalur konfrontasi, melainkan meritokrasi.
Di ruang kerjanya yang sederhana namun tertata rapi, Dr. Jonius Taripar Parsaoran Hutabarat, menyambut dengan senyum tenang. Tidak terlihat ketegangan dari seorang pemimpin yang tengah menghadapi tantangan reformasi birokrasi dalam tubuh pemerintahan daerah yang ia pimpin. Sebaliknya, ia bicara dengan pelan namun pasti, menegaskan bahwa perubahan tidak selalu harus gaduh. Rabu (14/95/2025)
Baca Juga:
Pemkab Taput Ajak Masyarakat dan Generasi Muda Berperan Aktif Perduli Aek Sigeaon
“Saya tidak percaya pada perubahan yang hanya mengganti orang. Yang lebih penting adalah mengubah cara berpikir,” ujarnya pelan. “Kalau hanya karena seseorang berasal dari masa lalu, lalu kita singkirkan, itu bukan reformasi, itu balas dendam".
Sejak dilantik sebagai Bupati Tapanuli Utara, Jonius menghadapi tantangan klasik: birokrasi yang sebagian besar masih diisi oleh pejabat dari era sebelumnya. Sebagian pihak menilai ini sebagai hambatan. Namun sang Bupati memandangnya sebagai ladang pembuktian bahwa ASN bisa bekerja lintas pemerintahan, asal mau berubah dan bekerja profesional.
Langkah pertama ia tunjukkan dengan melantik 16 Pejabat Administrator pada 7 Mei 2025, yang dipilih berdasarkan hasil evaluasi kinerja, bukan atas dasar hubungan pribadi atau tekanan politik. Sebelumnya, ia juga mengganti pejabat strategis di sektor kesehatan, keamanan daerah, dan layanan rumah sakit daerah. Namun langkah itu ia lakukan dengan hati-hati.
Baca Juga:
Pemerintah Tapanuli Utara Pastikan Sekolah Rakyat, Dorong Akses dan Pemerataan Pendidikan
“Membangun birokrasi bukan seperti mengganti pemain dalam pertandingan. Kita bicara tentang sistem yang memengaruhi ribuan kehidupan. Butuh ketenangan dan kecermatan,” katanya.
Meski beberapa suara di luar menyebut pemerintah sekarang “tersandera loyalis lama”, Bupati Jonius tak tergoda untuk membalasnya dengan retorika. Ia lebih memilih menyusun sistem penilaian ASN yang berbasis pada hasil kerja, etika pelayanan, dan kesesuaian dengan visi daerah.
Ia menyadari, menyentuh akar birokrasi berarti menyentuh kenyamanan banyak orang. Tapi baginya, keadilan bukan soal siapa yang duluan masuk sistem, tapi siapa yang bersedia menyesuaikan diri dan bekerja dengan hati.