TAPUT.WAHANANEWS.CO, Tarutung – Proyek pembangunan Tanah Dalam di kawasan Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Kecamatan Siborongborong, Sipoholon, Parmonangan, menjadi sorotan tajam setelah alokasi anggaran senilai Rp5 miliar diduga digunakan untuk membangun infrastruktur di lokasi pertanian, bahkan berujung pada sebidang tanah kosong.
Temuan ini memunculkan dugaan kuat adanya malpraktik dan ketidaksesuaian prosedur yang melibatkan pejabat publik dan Dinas Pertanian.
Baca Juga:
Bupati Humbahas Bersama Ketua TP PKK Semangati Siswa Hingga Berhasil Juara 2 Olimpiade Matematika Gasing Nasional
Berdasarkan laporan warga, proyek Irigasi tanah dalam 5 titik dari tiga kecamatan, dibangun di area pertanian terpantau tidak berfungsi.
Di sisi lain, proyek Irigasi tanah dalam tujuannya digunakan di lahan pertanian dalam kondisi memprihatinkan dan belum mendapat perhatian niat memperbaiki.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai skala prioritas dan efektivitas penggunaan anggaran negara.
Baca Juga:
Bupati Tapanuli Utara Hadiri Rakornas Percepatan Hilirisasi Komoditas Perkebunan
Investigasi mendalam menunjukkan bahwa proyek Irigasi tanah dalam yang dibangun dengan anggaran pemerintah tersebut berada tepat di atas lahan milik warga petani.
Penelusuran ini berawal dari informasi dari masyarakat setempat yang menyebutkan pihak dinas pertanian dan kelompok tani pengguna disinyalir bersekongkol mamainkan anggaran dana proyek tersebut sebagai pemilik lahan.
Saat dimintai konfirmasi, dinas pertanian tidak memberikan jawaban yang memuaskan dan cenderung defensif. Ia justru melontarkan pernyataan yang terkesan menantang dan enggan memberikan klarifikasi, yang semakin memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan dalam proyek ini.
Kepala Dinas Pertanian Taput, SEY Pasaribu menanggapi temuan ini dengan menyatakan bahwa proyek tersebut sudah melalui proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pernyataan ini dinilai tidak relevan karena audit BPK hanya berfokus pada aspek administratif dan keuangan, dan tidak secara otomatis menjamin tidak adanya penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan dalam perencanaan dan implementasi proyek.
Di lain pihak, Kepala Bidang Dinas Pertanian, Revanus Nababan juga memberikan jawaban yang serupa, seolah-olah mengesampingkan urgensi persoalan ini.
Berdasarkan data Layanan Pengadaan Swakelola, ditemukan bahwa proyek pembangunan Irigasi tanah dalam di lokasi tersebut telah dikerjakan kelompok tani pengguna.
Disebut proyek ini dilaporkan telah selesai, tetapi kondisi fisik di lapangan tidak menunjukkan progres yang sepadan dengan total anggaran sebesar Rp5 miliar.
Kontradiksi antara laporan penyelesaian proyek dan kondisi di lapangan menguatkan dugaan adanya proyek fiktif atau penggelembungan dana.
Atas dasar temuan ini, laporan resmi akan segera diajukan kepada aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan Tinggi atau Kepolisian Daerah Sumut.
Tujuan dari laporan ini adalah untuk meminta penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan penyimpangan anggaran negara, penyalahgunaan wewenang, dan konflik kepentingan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Kasus ini menjadi preseden buruk bagi transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah dalam pengelolaan dana publik. Publik berhak mengetahui kejelasan atas penggunaan anggaran miliaran rupiah ini, terutama saat infrastruktur mendesak di tempat lain justru terabaikan.
[Editor: Eben Ezer S]