Ia juga menyoroti konflik yang langsung bersinggungan dengan PT TPL. “Dari 10 komunitas tersebut, 9 sudah ditetapkan melalui SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dua komunitas, yakni Nagasaribu Siharbangan dan Pansur Batu, memiliki wilayah yang tumpang tindih dengan konsesi PT TPL.
Baca Juga:
Finalisasi Persiapan Hari Jadi ke-80 Kabupaten Tapanuli Utara
Bahkan dua bulan lalu terjadi konflik, di mana 778,682 hektare lahan konsesi TPL beralih ke wilayah masyarakat hukum adat Nagasaribu Siharbangan,” jelasnya.
Wakil Bupati menekankan bahwa permasalahan utama adalah ketiadaan tata batas yang jelas. “Sampai saat ini belum ada revisi atau adendum wilayah konsesi PT TPL setelah terbitnya SK pengakuan masyarakat hukum adat.
Untuk itu, Pemkab Taput telah melakukan berbagai langkah, mulai dari mediasi bersama Forkopimda, rapat dengar pendapat di DPRD, hingga membentuk Pansus khusus,” tambahnya.
Baca Juga:
Bupati dan Wakil Bupati Taput Hadiri Upacara Kesaktian Pancasila
Lebih lanjut, ia menyampaikan perlunya dukungan anggaran pusat. “Kami juga sudah menyurati Ombudsman RI untuk mendorong Kementerian LHK segera menetapkan tapal batas resmi.
Namun, penetapan ini membutuhkan biaya besar, sementara kemampuan daerah sangat terbatas. Karena itu, kami berharap Kementerian menjadikan penguatan masyarakat hukum adat, khususnya yang bersinggungan dengan PT TPL, sebagai prioritas nasional agar konflik berkepanjangan dapat dihindari,”tegas Wakil Bupati.
[Ediror: Eben Ezer S]