Anggaran subsidi pupuk yang cukup besar, bahkan tercatat sebagai yang terbesar untuk anggaran subsidi non-energi, sejauh ini memang belum mampu menunjukkan hasil maksimal. Dengan kata lain, belum berhasil meningkatkan sasaran produksi komoditas pangan pokok seperti beras.
Kegagalan pencapaian sasaran produksi padi merupakan persoalan klasik alias sudah menjadi sorotan. Rabu (5/2/2025)
Baca Juga:
Karyawan Bengkel Sepeda Motor Ditemukan Meninggal di Siborongborong
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian, penyaluran pupuk bersubsidi ditujukan untuk seluruh petani yang mampu memenuhi persyaratan.
Yakni, petani yang berhak mendapatkan yaitu wajib tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam SIMLUHTAN (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian), menggarap lahan maksimal dua hektar, dan menggunakan Kartu Tani (untuk wilayah tertentu).
Petani dapat menebus pupuk bersubsidi pada kios-kios resmi yang telah ditentukan untuk melayani kelompok tani setempat.
Baca Juga:
KPU Taput, Jonius Taripar Parsaoran Hutabarat - Deni Parlindungan Lumbantoruan Resmi Bupati dan Wakil Bupati Taput Terpilih 2025-2030
Masalah pupuk bersubsidi telah menjadi perhatian anggota DPRD Tapanuli Utara. Permasalahan yang menjadi sorotan DPRD Taput adalah akar persoalan alias tata kelola Program Pupuk Bersubsidi.
Tertuang dalam laporan Kajian Sistemik Ombudsman RI tentang Pencegahan Maladministrasi dalam Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, mengungkap sedikitnya ada lima potensi maladministrasi dalam tata kelola pupuk bersubsidi.
Sebagaimana diketahui, mekanisme alokasi subsidi dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan membayar selisih antara Harga Pokok Penjualan (HPP) dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang terjual kepada pelaksana subsidi pupuk, yaitu PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).