TAPUT.WAHANANEWS.CO, Parsaoran Siahaan, anggota DPRD Tapanuli Utara komisi B yang membidangi pertanian angkat bicara tentang tata kelola pupuk bersubsidi, Program Pupuk Bersubsidi dimulai sejak 1969 dan terus berkembang sampai saat ini, namun sempat menjadi perhatian lembaga IMF saat reformasi pada 1998 dan diberhentikan selama empat tahun, dari 1998-2002.
Kemudian pada 2003 program ini dilanjutkan kembali, dan terus mengalami perbaikan dalam mekanisme pendataan, penyaluran dan penebusannya melalui introduksi e-RDKK, Kartu Tani, SIMLUHTAN (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian), dan Aplikasi T-Pubers, e-alokasi.
Baca Juga:
Karyawan Bengkel Sepeda Motor Ditemukan Meninggal di Siborongborong
Program Pupuk Bersubsidi ini difokuskan dalam penyediaan pupuk Urea dan NPK dengan pertimbangan untuk efisiensi pemupukan karena kondisi lahan pertanian saat ini dan kandungan unsur hara makro esensial untuk peningkatan produksi tanaman yang optimal. Adapun tujuan kebijakan ini adalah untuk menyederhanakan rantai pasok dan penyaluran pupuk bersubsidi agar lebih efisien.
Hal ini merujuk informasi dari PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) selaku BUMN yang ditunjuk sebagai pelaksana penyediaan pupuk bersubsidi.
Kedua jenis pupuk bersubsidi (Urea dan NPK) yang ditetap pemerintah, diperuntukan bagi sembilan komoditas pertanian strategis yang berdampak terhadap inflasi. Kesembilan komoditas tersebut adalah padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kakao, dan kopi.
Baca Juga:
KPU Taput, Jonius Taripar Parsaoran Hutabarat - Deni Parlindungan Lumbantoruan Resmi Bupati dan Wakil Bupati Taput Terpilih 2025-2030
Sesuai Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 734 Tahun 2022, pada 2023 HET pupuk bersubsidi dipatok masing-masing senilai Rp2.250,00 per kg untuk pupuk urea, Rp2.300,00 per kg untuk pupuk NPK, dan Rp3.300,00 per kg untuk pupuk NPK dengan formula khusus kakao.
Pagu atau besaran pupuk bersubsidi tersebut menunjukkan berlanjutnya tren dominasi pupuk kimia, terutama Urea, di dalam alokasi pupuk bersubsidi. Hal ini terkait dengan proses produksi yang menyebabkan perbedaan kapasitas produksi. Produksi urea dilakukan sepenuhnya di pabrik modern. Sedangkan produksi pupuk organik masih mengikutsertakan usaha kecil dan komunitas petani atau peternak, terutama dalam penyediaan bahan organik.
Kondisi Tata Kelola Pupuk Bersubsidi: Presiden menyoroti jumlah anggaran untuk pupuk bersubsidi sebesar sekitar Rp33 triliun setiap tahunnya atau sekitar Rp330 triliun dalam 10 tahun tetapi tidak ada dampak terhadap kenaikan produksi peranian. Maka dirasa perlu untuk dilakukan evaluasi pelaksanaan program pupuk bersubsidi secara menyeluruh.