Menurutnya, tanaman padi, jagung, dan holtikultura memang membutuhkan pupuk tepat waktu. Jika tidak, akan berimbas pada perkembangan tanaman iru sendiri, hingga akhirnya tak bisa panen.
“Saya kira bukan hanya soal biaya yang menjadi kerugian petani jika gagal panen, tapi pemerintah juga rugi karena tidak ada pasokan padi dan sebagainya untuk stok nasional,” urainya.
Baca Juga:
Operasi Lilin Toba 2024 Personil Batalyon C Satbrimob Polda Sumut BKO Polres Taput - Humbahas Ikut Patroli Skala Besar
Tohap Simaremare menegaskan, selain langka, harga pupuk bersubsidi juga teramat mahal, yakni Rp140.000/zak (50kg) sampai ke tangan anggota kelompok tani.
“Itu persoalan rutin petani sejak dulu. Petani hanya bisa menjerit tapi tak pernah bermakna. Pupuk ya tetap langka, harga gabah juga tak stabil,” jelasnya
Tohap menambahkankan bahwa kelangkaan pupuk bersubsidi sudah menjadi lagu lama, dan terus terdengar saat dibutuhkan. Anehnya, tidak ada solusi dari persoalan tersebut. Buktinya, kelangkaan pupuk bersubsidi terus saja terjadi.
Baca Juga:
Repleksi Ahir Tahun: Kapolres Taput Papar Situasi Kamtibmas dan Penuntasan Selama Bulan Januari s/d Desember 2024
“Sulit dimengerti, di satu sisi Indonesia ingin swasembada beras, tapi di sisi lain pupuk sulit didapat,” ucapnya.
Tohap Simaremare, menyayangkan berlarut-larutnya masalah tersebut. Padahal sektor pertanian terbukti paling eksis dan berkontribusi besar terhadap roda perekonomian nasional.
Menurutnya, kelangkaan pupuk melengkapi kerumitan petani yang melingkari persoalan padi saat ini, ditambah harga gabah yang tak stabil di saat panen, dan setersunya. “Itu semua membuat petani semakin sulit,” ungkapnya".